Senin, Juni 24, 2013

Pada suatu ketika ...

Posted by tuslia on 6/24/2013 02:00:00 PM with No comments
... semuanya akan kembali pada titik awal.

Lelah nggak sih dengan proses kehidupan ini? Gue merasa hidup ini jadi nggak ada habisnya. Kadang, belum sampai di puncak, kita sudah terhempas jatuh ke dasar. Lalu, kita diharuskan melalui semuanya dari awal lagi.

Pertemanan,
persahabatan,
percintaan,
bahkan kekeluargaan
bisa hilang karena perpisahan.

Gue benci sebuah perpisahan karena dengan begitu, gue harus memulainya dari awal lagi. 
Tapi kita bisa apa? Kita nggak bisa menolak. Kita cuma bisa nerima semuanya dengan pasrah. Pada akhirnya, cuma rasa kehilangan yang tersisa.

Berlebihankah? Yah, mungkin, banyak orang yang menganggap perpisahan sebagai hal yang wajar, nggak perlu ditangisi karena memang sudah diketahui bersama bahwa "Setiap ada pertemuan, pasti kelak akan ada perpisahan".

Tapi, pernah nggak sih kepikiran kalau prosesnya akan terus berulang? Berkenalan dengan orang baru, berteman, beranjak jadi sahabat atau kekasih atau bahkan seperti keluarga. Lalu, perpisahan datang dan membuat semuanya akan kembali pada proses semula. Capek? Pastilah...
Okelah... Gue sering denger perkataan ini diucapkan oleh seseorang yang meninggalkan kita atau bahkan kita yang mengucapkannya:

"Kita masih bisa ketemu kok. Masih bisa seru-seruan kayak dulu."

"Sahabat itu nggak ada mantan, jadi nggak usah khawatir."

"Jangan sombong ya sama aku, meski aku bukan pacar kamu lagi, kita kan masih bisa temenan."

"Lama kelamaan juga kamu akan mendapat keluarga baru di sini." 

Tenang nggak sih denger semua perkataan itu? Gue sih tenang, tapi cuma sebentar. Setelah melewati beberapa perpisahan, gue merasa semua itu semu.

Kenapa? Karena kenyataannya, perpisahan ya perpisahan. Mungkin akan ada beberapa pertemuan setelah perpisahan itu, tapi intensitas dan nilai rasanya jadi beda. Entah kita yang berubah atau seseorang itu yang berubah. Jadi, pertemanan, persahabatan, percintaan, atau kekeluargaan yang sebelumnya sudah kita rasakan telah berubah karena perpisahan itu.

Pertemanan berganti setelah kita pindah ke tempat baru. Lalu, apa yang terjadi? Masih ada komunikasi?
Persahabatan pun terus berlanjut meskipun jarak dan waktu memisahkan, terus apa? Setelah disibukkan dengan pekerjaan, urusan sendiri, pertemuan yang rutin udah nggak penting lagi untuk diadain. Pada awalnya, sebulan sekali bertemu, lalu berganti tiga bulan sekali, lama-lama jadi setahun sekali. Itupun harus ada yang rela meluangkan waktu untuk ngurusin pertemuan itu. Sampai akhirnya, ada ucapan, "Iya, dia itu dulu sahabat gue di SD/SMP/SMA/...." berarti sekarang, bukan?
Percintaan sih memang awalnya berubah jadi sebuah pertemanan, bahkan ada yang berbuah persahabatan. Tapi, seringnya apa? Malah jadi musuh karena kecemburuan si pacar baru. Jangankan bisa berteman dan bersahabat, masih bisa say "hello" aja merupakan keajaiban.
Lalu kekeluargaan? Apa sih kekeluargaan? Sebuah hubungan tanpa ada ikatan darah yang terjalin karena keterbiasaan dalam satu ruang lingkup tertentu. Merasa senasib sepenanggungan karena memang merasa pada posisi yang sama. Lalu, apakah kekeluargaan itu masih bisa dirasakan jika udah nggak lagi di satu tempat atau posisi yang sama?
Nah, kalau gue nangis ketika terjadi sebuah perpisahan, menurut gue itu hal yang wajar. Nggak usahlah ditanya alasannya, semua pertemanan, persahabatan, percintaan, atau kekeluargaan yang pernah gue rasakan, tentunya sangat membekas dalam diri gue. Meski banyak yang bilang, "Akan datang orang baru yang bisa menggantikan posisi dia." Tapi, persis sama nggak? Gue tipe orang yang akan melihat kelebihan orang lain dibanding kekurangannya. Jadi, ketika gue memikirkan kelebihan orang itu, gue akan merasa sangat kehilangan karena gue yakin dengan pasti bahwa nggak akan ada yang seperti dia.

Pada akhirnya, gue akan merasa kehilangan jika ada sebuah kejadian atau perkataan yang mengingatkan gue pada seseorang itu. Jadi, gue tetap pada pendirian gue bahwa

GUE BENCI DENGAN PERPISAHAN!!!

Terdengar sinis? Kesal? Marah? Ya... Karena baru-baru ini gue mengalami perpisahan dengan seseorang yang udah gue anggap keluarga. Iya sih cuma jadi beda kota. Tapi tetap aja gue dan dia udah nggak satu lokasi lagi. Gue yakin... atmosfernya akan beda. Meski gue tau, sekeliling gue masih banyak orang-orang yang udah gue anggap seperti keluarga. Tapi tentunya itu kisah yang berbeda. Halaman tersendiri, nggak bisa saling menggantikan.

Jadi, meskipun dia janji akan berkunjung, tapi apakah sama?

Sedangkan sebelumnya, dia selalu ada di sana, dengan "kesongongan" dan "kebelaguan" ketika berbicara dan hal itu bikin gue ketawa, dengan gayanya yang dewasa padahal aslinya masih bocah dan itu bikin gue termotivasi untuk jadi lebih dewasa dan nggak ngeluh, dengan segala sikap yang sangat laki-laki sehingga terlihat kuat, padahal sebenarnya dia cuma nggak ingin terlihat lemah dan gue pura-pura nggak menyadari hal itu supaya dia seneng karena berpikir bahwa aktingnya berhasil. :p

Dia juga selalu ada di sana, tiba-tiba duduk di sebelah gue dan saat itu juga, dia bisa jadi teman curhat yang seimbang, nggak hanya mendengarkan, dia bisa memberi solusi dan dia juga nggak pernah ragu mencurahkan isi hatinya meskipun gue perempuan dan dia laki-laki. Bahkan, ada beberapa hal yang nggak diketahui orang lain tentang dia, tapi gue tahu. Begitupun sebaliknya, gue bisa cerita sesuatu yang nggak bisa gue curhatin sama orangtua, pacar, maupun sahabat gue yang lain.

Tentunya itu semua nggak akan gue rasakan lagi ketika perpisahan itu datang.
Dan...
Nggak akan ada lagi dia yang selalu ada di sana.

Sesak...

Sampe gue mikir, "Apa gue larang semua orang untuk berbaik hati sama gue aja ya? Jadi kan gue nggak akan kehilangan mereka ketika terjadi perpisahan." :'(

Tapi ya tentu aja, kita nggak bisa nolak karena
pada suatu ketika, semuanya akan kembali pada titik awal....




(Huwaaaa.... Gue nggak bisa mengakhiri tulisan ini dengan kalimat bijak yang bisa membuat gue mengambil hikmah dari sebuah perpisahan... Bagaimana ini?)
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar