Judul: Life Traveler Suatu Ketika di Sebuah Perjalanan
Penulis: Windy Ariestanty
Editor: Alit T. Palupi
Proofreader: Resita Wahyu Febiratri
Cover: Jeffri Fernando
Penerbit: GagasMedia
Cetakan Pertama: 2011
Cetakan Keempat: 2012
381 halaman
Harga: 63k di TM BookStore, Detos (disc 10%)
"Haah... Akhirnya selesai juga!"
Begitulah kira-kira yang saya desahkan, tentunya didahului dengan helaan napas lega. Ya. Saya lega. Pada akhirnya, saya bisa menyelesaikan narasi perjalanan yang disusun oleh Windy Ariestanty dalam buku Life Traveler ini. Tidak seperti membaca fiksi, untuk menyelesaikan buku ini, saya lambat sekali dalam mengolah kata demi kata yang terangkai di dalamnya. Karena memang, ini bukan genre buku yang saya sukai.
Buku ini menyimpan banyak sejarah dan beberapa fakta yang terdapat pada beberapa negara yang dikunjungi oleh Mbak Windy. Karena saya tidak menyukai buku sejarah dan buku yang berisi fakta itulah, saya baru menyelesaikan buku ini dalam waktu 4 hari (waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan sebuah buku). Biasanya, jika membaca fiksi, buku tersebut akan saya lahap dalam waktu 3-5 jam, bergantung ketebalan buku.
Pada bab awal, rasanya saya ingin menghentikan membacanya, tetapi review positif serta bintang pada Goodreads memaksa saya untuk terus membaca halaman demi halaman. Saya harus menemukan bagian yang menjadi daya tarik buku ini. 'Jika orang lain bisa menemukannya, kenapa saya tidak?' Begitu pikir saya.
Ternyata, kesabaran saya untuk terus membaca membuahkan hasil. Pada bagian #5, Mbak Windy menceritakan pengalamannya naik sleeping bus. Penggambaran bus jenis ini membuat saya tertarik karena menjalani LDR dengan pria asal kota Semarang membuat saya menjadi seorang busmania. Semangat baca saya pun meningkat beberapa puluh persen. Apalagi bagian penjelasan telapak dan bau kaki berhasil membuat saya tertawa. :D
Setelah melewati bab #5, saya mulai tak bisa melepaskan buku ini dari genggaman. Bahkan pada bab #9, saya sempat menitikkan air mata membaca 'surat' untuk Pak Mula Harahap. Meski tak mengenalnya, saya yakin, beliau orang yang hebat sehingga penulis membuat bab khusus untuknya. :')
Secara keseluruhan, saya menyukai cara penceritaan dan editan buku ini. Kalau saya tidak melewatinya –karena jujur, beberapa bagian tentang penjelasan/sejarah suatu tempat hanya saya baca sekilas–, saya tidak menemukan kesalahan penulisan. Struktur kalimatnya sempurna. Ini merupakan hal yang wajar karena penulis merupakan salah satu editor pada penerbit buku Gagas Media. Meskipun begitu, peran Alit T. Palupi sebagai editor Life Traveler ini juga sangat penting untuk menyempurnakannya. *salut*
Isi buku ini dikemas dengan menarik. Tidak hanya narasi perjalanan dan deskripsi tempat yang dikunjungi, tetapi penulis juga memberikan gambar ilustrasi, penjelasan keadaan dan peraturan di daerah kunjungan tersebut, foto-foto tempat wisata, serta tips yang berhubungan dengan tempat kunjungan. Saya sangat menikmati sangat menikmati halaman buku yang berisi gambar dan foto-foto yang ada. Halaman yang berwarna membuat mata saya betah berlama-lama memandanginya. :D
Buku ini sangat direkomendasikan untuk calon pelancong yang akan mengunjungi beberapa tempat di Indo-China serta Eropa, seperti Ha Noi (Viet Nam), Kamboja, Frankfurt, Prague, Swiss, Paris, Belanda, dan Bangkok karena dalam buku ini terdapat informasi tentang tempat kunjungan yang terdapat pada kota dan negara tersebut. Hal ini tentunya akan sangat bermanfaat.
Saya pun memberikan 3.5 dari 5 bintang karena saya lebih menyukai fiksi dibanding nonfiksi. Namun, saya menggenapkannya menjadi 4 bintang karena penulis mampu memberikan makna kehidupan pada setiap bagian cerita yang disampaikannya serta banyak memberikan informasi mengenai keunikan atau perbedaan budaya dari sebuah kota atau negara yang ia kunjungi. :’)
Catatan (Kosakata Baru)
Entah sejak kapan, setiap saya membaca wacana, puisi, cerpen, maupun novel, saya selalu mencari arti kata yang tidak saya ketahui maknanya. Begitupun dengan buku ini, saya menemukan ada beberapa kata yang masih asing di mata saya, seperti "menguar", "menyurukkan", "mengular", dan “mahfum”.
Menguar
"Rombongan itu mendekat. Aroma parfum, tembakau, dan minuman keras menguar." (LT: 241)
Jika melihat imbuhan "meng-" biasanya kata yang menyertainya diawali dengan huruf "k" atau memang huruf dasar "u". Jadi, terdapat dua kemungkinan kata dasar dari "menguar", yaitu “kuar” atau “uar”. Setelah mengecek KBBI di smartphone, saya pun mengetahui bahwa kata dasar yang bermakna sesuai konteks kalimat adalah “uar”. Kata “uar” atau “menguar” bermakna “mengeluarkan uap (bau dsb).
Menyurukkan
“Tiba-tiba, seorang lelaki menyurukkan wajahnya ke arah muka saya yang sebagian tertutup topi wol merah.” (LT: 241)
Ketika membacanya, kening saya berkerut dan sempat bertanya, “Memang ada kata ‘menyurukkan’?” Karena penasaran, lagi-lagi saya membuka menerka kata dasar dari "menyurukkan" sehingga saya bisa mencari makna kata tersebut dalam KBBI. Imbuhan "me-" akan berubah menjadi alomorf "meny-" jika bertemu dengan kata yang diawali dengan huruf "S", dalam konteks ini berarti kata dasarnya adalah "suruk". Dengan demikian, kata "menyurukkan" dibentuk dari konfiks "me-/-kan" dan kata dasar "suruk".
Jujur, baru kali ini saya mengetahui kata “suruk” dalam bahasa Indonesia. Rasa penasaran saya terjawab. Dalam KBBI, “suruk” berarti “masuk dengan merangkak atau membungkuk”. Jika diberi imbuhan, “menyurukkan” bermakna “menyeludukkan (kepala dsb).” Dalam hal ini “menyeludukkan” dari kata “seluduk” yang berarti “merangkak (membungkuk dsb) hendak menyuruk (di kolong dsb).”
Saya pun kembali membaca kalimat yang telah saya kutip di atas lalu membayangkan kejadian tersebut. Yah, saya bisa membayangkannya, meskipun rasanya tidak pas dengan arti kata yang terdapat pada KBBI.
Mengular
“Antrian yang mengular dan suasana riuh rendah di gerai LV membuat sekujur tubuh saya lemas.” (LT: 283)
Awalnya saya mengira kata “mengular” dibaca me-ngu-lar berarti imbuhan "me-" bertemu kata "kular". Namun, kata “kular” tidak ada pada KBBI. Akhirnya, saya lihat opsi lain, yaitu dengan membacanya sebagai meng-u-lar. Ternyata benar, yang dimaksud adalah kata “ular” (binatang) yang diberi imbuhan "me-". Dalam KBBI, "mengular" memiliki arti “memanjang seperti ular”. :p *bodohnya diriku*
Mahfum
“Seperti kebanyakan orang Jerman, mereka tak selalu ekspresif dan cenderung dianggap kurang ramah. Saya cukup mahfum.” (LT: 229)
Pada buku ini, penulis beberapa kali menggunakannya. Secara konteks, saya mengerti maksud kata tersebut. Namun, saya penasaran, apakah kata tersebut memang bahasa Indonesia atau masih kata serapan? Saya pun mengeceknya pada KBBI, tetapi kata “mahfum” tidak ditemukan. Sempat heran dengan kenyataan itu karena saya sering melihatnya pada suatu wacana.
Akhirnya, kemungkinan lain muncul, saya mengira bahwa “mahfum” adalah kata serapan dari bahasa Arab, tetapi kata tersebut belum dijadikan kata baku bahasa Indonesia sehingga belum dimasukkan dalam KBBI. Jika benar begitu, seharusnya editor mengeditnya dengan huruf miring.
Sebelum "menuduh" editor atau penulis bersalah, untuk menuntaskan rasa penasaran, saya pun bertanya pada Google. Namun, Google mengoreksi keyword yang saya ketikkan menjadi “mafhum”. Setelah saya cek di KBBI, kata “mafhum” pun saya temukan, artinya “sudah paham (mengerti, tahu)”.
Ah, ternyata kesalahan yang sudah turun-temurun. Kata "mafhum" yang ditulis menjadi "mahfum" bukanlah kesalahan ketik yang tidak disengaja karena pada setiap cerita yang menggunakan kata tersebut, penulis atau editor buku Life Traveler ini menuliskannya dengan kata "mahfum". Dengan demikian, menurut penulis atau editor tentunya kata yang benar adalah "mahfum". Padahal penulisan kata baku adalah "mafhum". Hmm, aneh juga, justru saya terbiasa mendengar atau membaca kata "mahfum" dibanding kata "mafhum". :)
Yup. Sekilas penjelasan saya tentang kosakata baru yang saya temukan pada buku LT. Tentunya penemuan empat kosakata tersebut sangat bermanfaat untuk saya. Semoga juga bermanfaat untuk para pembaca. Mungkin juga bisa bisa jadi bahan pengoreksian bagi penulis dan editor Life Traveler jika buku ini ingin dicetak ulang. *cuma satu kata sih yang harus diedit, tapi kata "mahfum" lumayan banyak bertebaran di beberapa halaman lho*
aaaaaak~~ mau pinjem, Liiii~ :D
BalasHapusYa udah, sini main ke rumah atau ingetin aja kalo kita janjian, nanti gue bawain... ;)
BalasHapus