Bukan.... ini bukan cerita tentang makanan yang bisa kamu makan sepuasnya dengan hanya membayar biaya flat. Ini tentang cinta. Kisah cinta, tepatnya.
Akhirnya bisa juga selesai dengan dibaca, bukan di-skip. Saya sempat merasa nggak perlu lanjut baca dari mulai Sarah dan Jandro akhirnya bertemu karena kurang lebih sudah tau ending ceritanya bakal seperti apa. Tapi akhirnya, saya paksakan diri membaca sampai akhir, Alhamdulillah selesai sudah.
Akhirnya bisa juga selesai dengan dibaca, bukan di-skip. Saya sempat merasa nggak perlu lanjut baca dari mulai Sarah dan Jandro akhirnya bertemu karena kurang lebih sudah tau ending ceritanya bakal seperti apa. Tapi akhirnya, saya paksakan diri membaca sampai akhir, Alhamdulillah selesai sudah.
Ini novel pertama dari Christian Simamora yang saya baca. Penasaran dengan gaya
kepenulisannya dan akhirnya tada... oh begini... Awalnya pengen beli beberapa buku yang si penulis tulis, akhirnya nggak jadi. Bukan apa-apa, tapi dari buku ini, saya nggak mendapatkan sesuatu yang baru. Konfliknya sering saya temukan pada film, sinetron, ftv, atau novel lain. Cuma ini diperpanjang aja dengan pikiran-pikiran liar para tokoh, nggak jauh-jauh dari masalah seks. :)
kepenulisannya dan akhirnya tada... oh begini... Awalnya pengen beli beberapa buku yang si penulis tulis, akhirnya nggak jadi. Bukan apa-apa, tapi dari buku ini, saya nggak mendapatkan sesuatu yang baru. Konfliknya sering saya temukan pada film, sinetron, ftv, atau novel lain. Cuma ini diperpanjang aja dengan pikiran-pikiran liar para tokoh, nggak jauh-jauh dari masalah seks. :)
Konfliknya hanya kisaran mereka berdua, sederhana dan biasa banget, lebih banyak penilaian seseorang dari fisik, bahkan keterkaitan kepada pasangannya bukan karena sifat atau watak, tapi terlebih fisik dan seks. Saya bukan orang yang anti dengan cerita samacam ini, yang di dalamnya ada adegan "ser-ser-an", sebisa mungkin saya mengesampingkan hal itu. Penilaian ini murni dari penceritaan.
Pengennya sih baca cerita dengan konflik yang gak ketauan endingnya atau paling tidak, ada penjelasan mengenai tempat-tempat yang dikunjungi, tidak hanya dengan kata indah, ramai, besar, megah, kaya banget, atau semacamnya, tapi perlulah deskripsi yang bisa membuat pembaca bisa dapat gambaran secara tepat. Trus, mengenai pekerjaan para tokoh, paling tidak, lebih diperjelas pekerjaan mereka seperti apa, jadi pembaca bisa dapat gambaran tentang pekerjaan penulis skenario, atau profesi apapun yang berkaitan dengan para tokoh. Lha ini, malah deskripsi tentang cewe atau cowo dari segi fisik, belum lagi tentang pikiran-pikiran liar yang menurut saya, terlalu banyak. Mungkin biar halamannya juga semakin tebal. hehehe
Meskipun banyak sekali kritik dibanding pujian, hmm ada pujian nggak sih? Hehehe Oh iya, saya belum bilang ya kalau Jandro itu bener-bener tipe idaman semua perempuan dalam hal sikap dan cara dia mencintai? Nah, itulah yang saya coba senangi dari buku ini, penasaran dengan watak lainnya dari Jandro, makanya betah baca. hehehe Lebih tepatnya sih mengkhayal bakal ada nggak tipe seperti ini pada kehidupan nyata??? heuheuheu
Tapi, saya tetap memberi bintang 3 dari 5 (karena tidak ada 2.5) selama novel atau buku yang saya baca dapat saya nikmati, dari segi dialog karena ada beberapa nasihat dan quote bagus. Jika dari segi cerita lebih kreatif dan segala macam emosi keluar ketika membacanya, biasanya saya menambahkan menjadi empat atau bahkan lima bintang. Namun sayang, cerita belum kreatif dan emosi saya ketika membaca datar saja. Sorri...
Btw, tapi dari segi cover cukup menarik karena terlihat elegan, terlebih di dalam novelnya terdapat orang-orangan, bisa kita gunting trus kita gonta-ganti bajunya. Jadi inget zaman SD, eh tapi beda ya zaman SD sekarang, masih ada nggak sih mainan kayak gitu. hahaha Sampe-sampe tempat kaset, bungkus rokok, penghapus, rautan, semuanya dijadiin bahan perabot. Eh mulai nggak penting pembahasannya. Ya sudahlah yaaa... hehehe
Btw, tapi dari segi cover cukup menarik karena terlihat elegan, terlebih di dalam novelnya terdapat orang-orangan, bisa kita gunting trus kita gonta-ganti bajunya. Jadi inget zaman SD, eh tapi beda ya zaman SD sekarang, masih ada nggak sih mainan kayak gitu. hahaha Sampe-sampe tempat kaset, bungkus rokok, penghapus, rautan, semuanya dijadiin bahan perabot. Eh mulai nggak penting pembahasannya. Ya sudahlah yaaa... hehehe
0 komentar:
Posting Komentar