Ketika Barry Fairbrother meninggal di usianya yang baru awal empat puluhan, penduduk kota Pagford sangat terkejut.
Dari luar, Pagford terlihat seperti kota kecil yang damai khas Inggris, dengan Alun-alun, jalanan berbatu, dan biara kuno. Tetapi, di balik wajah nan indah itu, tersembunyi perang yang berkecamuk.
Si kaya melawan si miskin, remaja melawan orangtua, istri melawan suami, guru melawan murid... Pagford tak seindah yang dilihat dari luar.
Dan kursi kosong yang ditinggalkan Barry di jajaran Dewan Kota menjadi pemicu perang terdahsyat yang pernah terjadi di kota kecil itu. Siapakah yang akan menang dalam pemilihan anggota dewan yang dikotori oleh nafsu, penipuan, dan pengungkapan rahasia-rahasia tak terduga ini?
Resensi
Waaah, endingnya sungguh full... Saya hampir tidak bernapas dari beberapa halaman akhir, setelah pesta ulang tahun Howard. Begitu cepat alur berlangsung dan begitu banyak rentetan adegan yang saling terkait.
Pertama kali membuka buku ini, saya sudah menjauhkan pikiran saya tentang Harry Potter karena banyak yang kecewa ketika menyamakan buku ini dengan Harpot. Akhirnya, saya mulai membaca dan melupakan bahwa penulis buku ini adalah J. K. Rowling.
Awalnya sempat kesulitan untuk memahami alur karena latar yang selalu berganti dalam subbab dan sudut pandang tokoh yang juga berbeda. Perlu beberapa bab baru saya bisa mengikuti alur cerita dari buku ini. Ya memang terlalu banyak konflik, tapi buku ini mengungkapkan sebuah realita yang biasanya terjadi di kehidupan, bahkan di kota kecil sekalipun.
Pada akhirnya, saya sangat menyukai ide cerita dan endingnya. Semua konflik terasa terselesaikan. Hanya saja, terjemahannya yang menurut saya tidak sebagus terjemahan Harry Potter. Karena meskipun genre berbeda, seharusnya penerjemah dapat mempertahankan gaya bahasa si pengarang, sedangkan pada novel ini, saya kehilangan bahasa yang mengalir dan mudah dipahami dari J. K. Rowling. Atau jangan-jangan, pengarang memang menggunakan gaya bahasa yang berbeda karena genre yang juga berbeda? Entahlah.... Intinya, saya membutuhkan waktu yang sangat lama sampai akhirnya saya tertarik untuk menghabiskan buku ini.
gue juga baru baca novel ini yang akhirnya gue beli di bukfer hanya 50ribu saja. hahahaha. The Casual Vacancy bukan terbitan Gramedia lagi yang dari awal nerbitin Harry Potter. Jadi terjemahannya pun beda orang. Kita kan terbiasa dengan bahasa penerjemah Harry Potter, makanya The Casual Vacancy gak begitu laku di Indonesia. Mizan punya klo gak salah.
BalasHapusIyaa bahasanya jd beda banget kaaan... tp mungkin juga sih JK Rowling pake gaya bahasa yg beda antara novel ini sama Harpot, kalo Harpot kan agak santai tp gaul gitu, kalo ini serius... tp entahlah yaa, namanya juga buku terjemahan. Hehe
HapusEnggak sih. Bahasa JK Rowling sama kok. Gue sempat nongrkongin edisi english-nya meski cuma 1 bab. Dan mending baca english-nya langsung karena bahasanya lebih asyik. Serius...
HapusIya sih, terjemahannya berarti yang kurang bisa ngikutin gaya bahasanya si JK Rowling. Tp ceritanya okelah yaa, apalagi pas mau ending. Seruuu. Hehehe
Hapus