Seorang wanita biasanya rela
berubah demi bisa disukai oleh lawan jenisnya, seperti: rela melakukan
hal yang tidak disukainya (contoh: nonton bola) atau rela meninggalkan
hal yang disukainya (contoh: mengganti majalah fashion dengan bola agar mendapatkan
obrolan). Namun, apa yang didapat? Terkadang malah hanya dianggap sebagai sahabat (pahit bet! :p) atau misalkan kalau memang
sudah berpacaran, sang pria tidak terlalu melihat pengorbanan
tersebut. Dia anggap sangat wajar jika wanita menyukai bola sehingga tidak
akan ada perlakuan istimewa atau terharu melihat perjuangan si wanita yang berusaha tertarik dengan hobi bolanya itu. :D #freepukpuk
Suatu ketika, seorang teman mengutip salah satu ucapan Mario Teguh. Ia berkata bahwa cara mendapatkan kesetiaan adalah dengan menjadi setia. Saya sangat setuju, cara ini telah saya gunakan sejak lama. Saya berusaha tidak melakukan sesuatu jika saya sendiri tidak ingin diperlakukan seperti itu oleh pasangan. Misalnya, smsan dengan lelaki lain dengan nada mesra, jalan dengan lelaki lain dengan hati deg-deg-ser. Saya berusaha menghindari kedua hal tersebut karena saya pasti akan terluka dan kecewa jika pasangan saya melakukan hal yang sama.
Di balik kesetiaan, tentunya ada perasaan dan sikap yang jujur. Selama ini, saya pun berusaha jujur dan terbuka kepada pasangan. Misalkan, saya selalu memberi kabar tentang apa yang sedang atau telah saya lakukan, selalu melaporkan keberangkatan atau kedatangan saya ke sebuah tempat, meskipun tidak dibalas sekalipun. Saya berusaha jujur guna membentuk kepercayaan dalam hubungan kami.
Nah, itulah yang saya lakukan
jika berkaitan dengan kesetiaan yang di dalamnya terdapat kejujuran. InsyaAllah, selama ini saya menjalin
hubungan dengan kesetiaan dan rasa percaya. Lalu, bagaimana dengan
ketulusan?
Nah, makna tulus bagi saya semacam ikhlas, sedangkan ilmu
ikhlas itu susah dipelajari. Ikhlas berarti melakukan sesuatu tanpa
berharap imbalan. Saya selalu berusaha melakukan hal terbaik untuk pasangan,
tetapi saya berharap dia
memperlakukan saya sama seperti saya memperlakukannya. Nah, apakah itu
bertanda bahwa saya belum bisa mencintai seseorang dengan tulus?
Kemudian, ketika seseorang jatuh cinta, sama saja dia memberikan hatinya
kepada orang tersebut, jadi ketika dia mengharapkan cintanya dibalas
sama saja menandakan bahwa dia belum tulus mencintaikah? Ah, saya bimbang jika menyangkut
hal ini. :D
Intinya adalah sejauh saya
berhubungan serius dengan lawan jenis, saya selalu melakukan hal yang
sama, yaitu mencoba menyukai apa yang ia sukai, berusaha untuk tidak
menyalahgunakan kepercayaannya, berusaha mencintai dengan tulus. Itu
semua adalah cara saya mencintai seseorang dengan perjuangan dan
pengorbanan serta kesetiaan dan ketulusan. Lalu, mengapa saya sempat
merasa bahwa keempat hal tersebut hanya terdapat pada kisah cinta yang
fiktif? Lihat tulisan Breaking Dawn Part I: Kisah Cinta yang Fiktif
Saya selalu berusaha setia dan memberikan
yang terbaik serta keinginan untuk serius. Meski begitu, tetap saja, saya
gagal pada kisah-kisah sebelumnya. Kesetiaan saya dibalas dengan
perselingkuhan, sedangkan keseriusan saya dibalas dengan permainan.
Namun memang semua itu kembali pada sifat pasangannya. Satu hal yang
pasti, semua itu tidak membuat saya trauma menjalin hubungan, tetapi
justru membuat diri ini menjadi lebih dewasa.
Pernah, saya
mencurahkan isi hati kepada ibu. Saat itu saya sedang gundah.
Saya
bertanya, "Ibu, lebih baik mana? Tetap setia pada seseorang yang
sepertinya tidak mencintai saya seperti saya mencintainya atau
berpaling kepada lelaki lain yang sepertinya mencintai saya melebihi
rasa cinta saya kepadanya?"
Lalu, ibu menjawab, "Menikahlah dengan orang yang mencintai kamu meski kamu tidak cinta. Alasannya karena lelaki tersebut kelak akan memperlakukanmu dengan sangat istimewa dan tentunya tidak akan melukaimu. Daripada kamu hidup dengan lelaki yang kamu cintai tetapi kamu selalu menangis karenanya?"
Iya, saya setuju dengan perkataan beliau. Namun, saat itu saya yakin bahwa sikap saya yang mencoba mencintai dengan tulus akan meluluhkan keegoan yang ada di dalam diri para lelaki tersebut. Namun, tetap saja, jika memang dasarnya sudah tidak setia dan serius, usaha seperti apa pun tidak akan ada hasilnya. Akhirnya, kini, mereka hanya sebatas ingatan di masa lalu yang semakin pudar termakan ingatan yang baru.
Namun, sebenarnya ada perbuatan yang tidak sia-sia yang telah saya lakukan di masa lalu saya itu. Secara tidak langsung, saya mendapat kabar bahwa terkadang masa lalu saya membandingkan sikap kekasihnya dengan sikap saya dulu ketika masih menjadi kekasihnya. Pada kenyataannya, ternyata semua sikap yang saya kira tidak pernah mereka lihat dan hargai, justru menjadi kelebihan yang selalu mereka ingat. Jujur, saya merasa tersanjung dan merasa yakin bahwa sebenarnya cara saya mencintai sudah benar, hanya saja kembali ke sifat dasar pasangan masing-masing.
Sekitar setahun, dua tahun, atau bahkan tiga tahun yang lalu, saya memang sempat beranggapan bahwa sepasang kekasih yang saling mencintai dengan penuh perjuangan, pengorbanan, kesetiaan, dan ketulusan itu hanya ada di dalam kisah fiktif yang bertemakan cinta, hanya menjual mimpi sehingga membuat penyimak terbuai. Salah satu penyimak yang terbuai adalah saya. Saya tidak pernah merasakan cinta fiktif tersebut, meskipun segala cara yang saya anggap benar telah saya lakukan, tetap saja, kisah cinta saya kandas.
Namun, mungkin, memang benar, bunga akan berkembang jika memang sudah waktunya. Begitupun dengan nasib percintaan saya. Alhamdulillah, kali ini, dalam hitungan 1 tahun belakangan ini, kesetiaan dan
keseriusan saya, dibalas tanpa kecuali. Terkadang saya malah merasa takut bahwa saya terbangun dari mimpi indah ini. Namun, tentu saja, kisah cinta siapa pun tidak akan ada yang terlalu sempurna. Percintaan saya tetap memiliki kekurangan, masalah sepele sekali pun. Yah, setidaknya, lebih baik berlipat ganda dibandingkan kisah cinta sebelumnya. Semoga saja, ini menjadi pelabuhan hati yang terakhir, berharap, tetapi tetap Allah yang menentukan.
Apakah ada pertanyaan dari mana saya yakin bahwa dia berbeda dari sebelumnya?
Bukti itu datang pada tiap harinya sepanjang kami menjalani hubungan. Namun, jika suatu hari, saya mendapat kenyataan pahit, saya belum memikirkan cara mengatasi jiwa agar tidak terguncang. Semoga hal tersebut tidak menjadi kenyataan.
Bukti itu datang pada tiap harinya sepanjang kami menjalani hubungan. Namun, jika suatu hari, saya mendapat kenyataan pahit, saya belum memikirkan cara mengatasi jiwa agar tidak terguncang. Semoga hal tersebut tidak menjadi kenyataan.
Jika memang belum jodoh, semoga kami dipisahkan dengan cara yang baik, baik dalam hal ingatan dan dalam keadaan hati yang baik. Dan jika memang kami dipisahkan dengan cara yang baik, tentunya dia akan menjadi kisah yang sulit untuk dilupakan karena sejauh ini, dia kisah cinta terbaik di dalam hidup saya.
Semoga dia tidak membaca tulisan ini, dia tidak suka
kalau saya mengumbar kebahagiaan yang berhubungan dengannya di publik. Oleh karena itu, jarang sekali kami "berpacaran" di ruang publik. Padahal bukankah lebih baik mengumbar kebahagiaan daripada ketidakbahagiaan? Haha Yah, sebagai wanita yang penurut, saya sih mengikuti saja selama alasannya masuk akal.
Nah, siapa saja yang belum pernah merasakan unsur kisah
fiktif di dalam kisah cintanya, sabarlah, bunga itu akan berkembang.
Tetaplah bersikap setia meski kekecewaan yang sering kalian dapatkan.
Sekian dan terima komentar ... :)
0 komentar:
Posting Komentar