Senin, Juni 10, 2013

[Resensi Novel] Bidadari Bidadari Surga by Tere Liye

Posted by tuslia on 6/10/2013 01:45:00 PM with No comments
Judul: Bidadari Bidadari Surga
Penulis Tere Liye
Desain Cover: Eja-creative I 4
Cetakan Pertama: Juni 2008
Cetakan Ketiga Belas: Februari 2013
ISBN: 978-979-1102-26-1
Tebal Buku: 365 halaman
Beli di TMBookStore, Detos
Harga: 47.500 (disc 10%)


Cover Belakang
Bidadari-Bidadari Surga bercerita tentang pengorbanan seorang kakak (Laisa) untuk adik-adiknya (Dalimunte, Ikanuri, Wibisana dan Yashinta) di Lembah Lahambay agar adik-adiknya dapat melanjutkan pendidikan mereka, meski ia harus bekerja di terik matahari setiap hari, mengolah gula aren setiap jam 4 pagi serta dimalam hari menganyam rotan, meski pada dasarnya keempat adik-adiknya tersebut berasal dari darah yang berbeda dengan dirinya. 
Satu sisi Laisa digambarkan sebagai kakak yang galak dan tegas, mengejar-ngejar adiknya yang bolos sekolah dengan rotan dan ranting kayu. Di sisi lain, kontradiktif dengan fisiknya yang gempal, gendut, berkulit hitam, wajah yang tidak proporsional ditambah dengan rambut gimbal serta ukuran tubuhnya yang tidak normal, lebih pendek, Laisa sesungguhnya tipe kakak yang mendukung adik-adiknya, rela mengorbankan diri untuk keselamatan ‘dua anak nakal’ Ikanuri dan Wibisana dari siluman Gunung Kendeng, serta mati-matian mencari obat bagi kesembuhan adiknya Yashinta yang diserang demam panas hingga kejang pada suatu malam.
sumber: di sini
Dari sinopsis yang ditulis pada sampul belakang, sudah dapat diketahui garis besar cerita novel ini. Ditambah lagi, pada tahun 2012, novel ini pernah difilmkan dengan judul yang sama, dengan Nirina Zubir sebagai Laisa, Nino Fernandez sebagai Dalimunte, Nadine Chandrawinata sebagai Yashinta, Henidar Amroe sebagai Mamak Lainuri, Rizki Hanggono sebagai Dharma, dan pemain baru sebagai pemeran Wibisana dan Ikanuri.

Di Goodreads, novel ini mendapat rating rata-rata empat lebih dari maksimal lima bintang.
Akhirnya, saya pun tertarik untuk membacanya, terlebih saya belum pernah menonton film ini di bioskop. Jadi, saya sangat excited dengan novel ini. :D

Jujur, saya tidak pernah membaca novel Tere Liye yang lain. Saya hanya sempat menonton Hafalan Shalat Delisa, tetapi tidak membaca bukunya. Jadi, novel ini merupakan karya Tere Liye pertama yang saya baca. Entah pada buku sebelumnya, pada novel ini Tere Liye memosisikan dirinya sebagai pencerita. Hal ini saya ketahui pada akhir kisah. Sosok Tere Liye tiba-tiba saja muncul yang membuat para pembaca menyangsikan bahwa kisah pada novel ini fiksi. Memang ketika membacanya, pembaca seakan-akan sedang "didongengkan" oleh seseorang. Ternyata, maksudnya memang seperti itu. Sosok Tere Liye sempat muncul dan bertemu dengan keluarga tersebut. Dari sambutan keluarga tersebut, seakan-akan Tere Liye sudah lama mengenal mereka. Entah kisah pada novel ini nyata atau tidak, saya tidak mencari tahu lebih lanjut. Namun, saya terbuai dengan cara beliau memaparkan kisah ini.

Novel ini menggunakan alur maju mundur.
Hal ini akan membingungkan pembaca jika pembaca tidak teliti ketika membacanya. Sudut pandang yang digunakan pun bergantian antara para tokoh. Kadang dari sudut pandang tokoh Dalimunte, kadang Wibisana dan Ikanuri, kadang Yashinta, kadang Laisa. Pergantian sudut pandang tersebut tidak berdasarkan bab, tetapi lebih sering pada pergantian subbab. Jadi, harus lebih awas agar tidak bingung dengan pergantian sudut pandang yang tidak menentu itu.

Saking tebalnya buku ini, saya sempat membaca secara cepat pada bagian yang tidak memengaruhi alur cerita, misalnya ketika Dalimunte yang seorang profesor dalam bidang Fisika sedang membicarakan fenomena alam pada sebuah seminar. Karena pada dasarnya saya ingin membaca fiksi, jadi bagian cerita yang agak nonfiksi tersebut saya percepat. :)) Lumayan berpuluh-puluh halaman lho...

Kemudian, pada bagian narasi-narasi yang terlalu panjang pun saya percepat. Intinya, saya hanya ingin membaca dan mencari bagian yang katanya membuat setiap orang yang membaca novel ini menangis, bahkan seorang pria pun bisa menangis karena novel ini. Ckckck

Namun sayang, karena terlalu asik membaca begitu banyak review positif di Goodreads, saya jadi terlalu berharap lebih pada novel ini.
Nyatanya? Saya tidak menangis, hanya sangat kesal dengan perlakuan Wibisana dan Ikanuri, terkagum-kagum pada sifat dan sikap Dalimunte, geleng-geleng kepala dengan rasa sayang Yashinta kepada Laisa yang ia ketahui bukan kakak kandungnya. Dan yang paling penting, saya sangat tidak habis pikir dengan tokoh Laisa yang mempunyai hati mulia, ikhlas, dan rela berkorban demi keluarganya.

Hmm, oke, saya jujur, saya sempat berkaca-kaca sih dengan flash back-nya, terutama bagian Wibisana dan Ikanuri yang menyesal karena mengingat dulunya selalu memberontak kepada Laisa. Saya sempat hampir menangis karena pengorbanan Laisa yang begitu besar kepada adik-adiknya, bahkan dia rela berhenti sekolah dan memdorong keempat adiknya untuk menjadi orang-orang yang sukses. :')

Laisa dan Yashinta
Sumber: di sini
Tapi, saya merasa, penokohan  terlalu berlebihan...
Atau mungkin, hidup saya terlalu flat sehingga selama seperempat abad ini, saya tidak pernah bertemu dengan orang-orang yang terlalu nakal, terlalu baik, terlalu sayang, terlalu rela berkorban, bahkan Laisa digambarkan sebagai sosok yang tanpa cela dari segi sifat, sama sekali tidak egois... Itu baru dari segi sifat, dari segi fisik? Keempat adiknya digambarkan bak malaikat, sangat tampan dan sangat cantik, sedangkan Laisa, jika tidak ada filmnya, saya tidak bisa membayangkan penampakannya (bahkan di film rasanya Nirina, sebagai Laisa, masih bisa dibilang cantik daripada penggambaran Laisa di novel). :p

Ada juga beberapa kejadian yang di luar nalar manusia, entah mimpi atau keajaiban-keajaiban yang digambarkan (juga) berlebihan.

Jika banyak yang memberinya empat bintang atau bahkan lima bintang, saya hanya memberi penilaian tiga dari lima bintang.
Empat bintang karena segala pembelajaran dan cerita yang sangat mengena di hati, tetapi minus satu bintang karena penokohan yang terlalu berlebihan. Lagipula, masalah utamanya adalah ini bukan genre yang saya sukai. he-he Tapi mungkin, kamu akan suka... :D
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar