Jumat, Juni 21, 2013

[Resensi Novel] Fly to the Sky by Nina Ardianti, Moemoe Rizal

Posted by tuslia on 6/21/2013 01:21:00 AM with No comments
Judul: Fly to the Sky
Penulis: Nina Ardianti dan Moemoe Rizal
Editor: eNHa
Proofreader: Christian Simamora
Desain Sampul: Dwi Annisa Anindhika
Penerbit: GagasMedia
Cetakan Pertama: 2012
Tebal Buku: 356 halaman
ISBN: 979-780-555-7
Harga: 53k di TMBookStore, Detos (disc 10%)


Sampul Belakang

Bertemu denganmu tidak pernah ada dalam agendaku. Begitu pula mungkin denganmu, tak tebersit namaku dalam hari-harimu, dulu. Tetapi, siapa yang menyangka, ujung benang merah milikku ternyata tersangkut di kelingkingmu.
Saat pertama kali bertemumu, tak ada yang asing. Kau seperti dikirimkan dari masa lalu, seperti seseorang yang memang seharusnya menghuni ruang hatiku. Namun, tak ada dari kita yang menyadarinya. Sampai aku bergerak menjauh, dan kau berbalik menghilang. Padahal, rinai tawamu kusimpan, dan selalu kujaga dengan rindu menderu. Diam-diam, aku membisikkan harap, kapan kita berjumpa lagi? 
Bukankah sudah diikat-Nya ujung benang merahmu di kelingkingku? Jadi, aku percaya kau akan menemukanku. Menggenapkan rindu yang separuh.
Awal membeli novel ini karena membaca respons pembaca di Goodreads dan bintang empat sebagai rata-rata ratingnya. Hmm, sepertinya bagus, begitu harapan saya. Dan ternyata... Pertama baca sih saya masih biasa aja dengan jalan ceritanya. Oh, ada seorang tokoh Edyta yang masih single dan sedang mencari pacar. Dia juga seorang yang selalu bertemu dengan kesialan, tidak mandiri, sangat dilindungi oleh keluarganya. Sampai sejauh itu masih biasa saja, sama seperti ide cerita novel lainnya. Kemudian, saya iseng melihat bagian cerita penulis kedua dengan judul Ardian. Hmm, bagian pertama berjudul Edyta, kedua berjudul Ardian. Sempat berpikir, "Apakah ini menceritakan sisi perempuan dan laki-laki?"

Sumber Foto
Tanpa membaca lebih lanjut bagian kedua, saya melanjutkan membaca kisah pertama tentang Edyta. Sampai akhirnya Edyta bertemu dengan tokoh Ardian. Saat Edyta merasa harinya berlangsung dengan buruk, sampai  makan malam pun, dia harus berebut tempat dengan seorang pria, yang setelah beberapa lama diketahui bernama Ardian. Setelah semua berlangsung pun, Edyta merasa bahwa dirinya salah karena su
dah merebut tempat Ardian. Untung saja, Ardian membiarkan dirinya bergabung satu meja. Ternyata, malam itu menjadi malam yang membuat hidup mereka seperti main "kejar-kejaran".

Oke, mulai menarik di sini karena awal pertemuan mereka sangat tidak menyenangkan. Seakan-akan hubungan mereka tidak akan berlanjut. Namun, saya berpikir, jika tidak berlanjut, mengapa bagian kedua mengisahkan Ardian? Nah, rasa penasaran itulah yang membuat saya rela begadang sampai Subuh tiba dan menyelesaikan novel duet ini. :D

Faktor lain yang membuat saya sangat bersemangat adalah novel ini mengingatkan saya pada sebuah novel yang saya baca untuk tugas kuliah beberapa tahun lalu. Novel itu berjudul Pada Sebuah Kapal karya Nh. Dini. Pada novel tersebut juga diceritakan dari dua sisi, bagian pertama sisi seorang perempuan, bagian kedua sisi seorang laki-laki. Pada saat saya membacanya dulu, saya sangat tertarik dengan jenis perceritaan seperti itu. Tentunya membuat rasa penasaran saya terhadap perasaan keduanya jadi jelas.

Sumber Foto
Sampailah saya pada bagian kedua, yaitu dari sudut pandang Ardian. Rasanya ingin melompat atau membaca cepat bagian cerita yang tidak ada hubungannya dengan Edyta karena saya sangat penasaran dengan alasan Ardian yang seakan-akan tidak ada pergerakannya untuk tetap berkomunikasi dengan Edyta. Namun, latar belakang Ardian yang seorang pilot juga tentang kehidupan penerbangan membuat saya membaca dengan penghayatan, sekalipun tidak ada hubungannya dengan Edyta. Cielaah...

Ya. Saya sangat suka dengan buku ini. Dari ide cerita dan detail latar belakang kehidupan, saya lebih suka bagian kedua yang dikarang oleh Moemoe Rizal. Namun, dari segi penceritaan, keluwesan bercerita, saya menyukai gaya bercerita Nina Ardianti. Terlebih buku ini mengingatkan saya dengan novel Pada Sebuah Kapal yang sudah saya jelaskan sebelumnya.

Namun, tentunya ada kekurangannya, yaitu ketidaksinkronan dialog bagian pertama (Edyta) dengan bagian kedua (Ardian) ketika adegan mereka saling bersinggungan. Sebelumnya sudah saya jelaskan bahwa saya sangat menyukai cerita seperti ini sehingga rasa penasaran saya terhadap perasaan masing-masing tokoh dapat terbayarkan. Oleh karena itu, ketika kedua tokoh saling bersinggungan (lagi) pada bagian kedua (Ardian), saya kembali mengecek bagian pertama (Edyta) pada saat adegan yang sama.

EDYTA (hlm. 42)
Surprisingly, ternyata si cowok-muka-kalem berkata, "Ya udah. Rawon sama nasi aja kalau gitu."
What? Kenapa dia jadi mesen rawon? Ih dia pernah makan di sini nggak, sih? Walaupun tampilannya cantik, rawon bukan spesialisasi di sini. Rasanya, agak gimana gitu. Kayak kelebihan keluwek. Porsinya dikit banget pula. i just have to rescue him.
"Apa lagi itu." Aku berkomentar lagi. "Kurang enak. Porsinya juga sedikit."
Cowok-muka-kalem itu membuka kembali buku menu dengan wajah lost. Nggak disangka, ia, lalu bertanya polos dengan suara terdengar pasrah (atau desperate? We will never know). "Terus saya pesan apa dong?"

ARDIAN (hlm. 211)
"Ya udah," kataku. "Rawon sama nasi aja."
"Apalagi itu!" serunya, berkata seolah aku ini orang bodoh memesan makanan macam begitu. "Kurang enak! Porsinya dikit, lagi. Saya pernah makan rawon sama temen saya di sini, kurang banyak, jadinya saya mesti nambah."
For God's sake... aku bahkan ke sini bukan untuk mengenyangkan perut! Tapi, untuk mengenang almarhum ibuku!
Pelayan itu memutar bola matanya, sudah jengkel dengan kelakuan cewek itu sejak pertama kali masuk ke restoran ini. Aku, sekali lagi mengalah demi makan malam yang 'tenang', akhirnya bertanya ke cewek itu.
"Terus saya pesan apa, dong?"

Nah, itulah yang saya temukan. Dialog mereka tidak sama persis. Meskipun tidak begitu banyak, tetap saja itu mengganggu. Bagaimana mungkin pada kejadian yang sama, dialog antartokohnya tidak persis sama? Hmm, entahlah salah siapa. Salah editorkah? Atau salah kedua pengarang yang kurang berkoordinasi.

Terlepas dari beberapa typo yang tidak begitu banyak dan tidak saya catat, juga tentang ketidaksinkronan dialog seperti yang sudah saya jabarkan. Saya tetap memberikan 4 bintang karena sekali lagi, saya sangat suka jenis penceritaan seperti ini. :D

Btw, ini gagasduet pertama yang saya baca. Sangat bagus. Dan melihat respons pembaca untuk gagasduet lainnya, saya tidak yakin kalau ada gagasduet yang bagusnya melebihi gagasduet ini. *penilaian subjektif semata* :))
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar